Bicara tentang pengalaman di luar nalar, sesuai dengan tema Tantangan Ngeblog Mamah Gajah Ngeblog bulan November sekaligus tantangan yang terakhir di tahun ini, yang paling terpikirkan dan teringat adalah pengalaman ketika berada di Tanah Haram, tanah yang penuh dengan keajaiban, di kota Mekkah.
Saat itu kami sekeluarga sedang melakukan umroh. Setelah sebelumnya menghabiskan waktu beberapa hari di kota Madinah, rombongan kami memulai perjalanan ke kota Mekkah untuk melakukan umroh di Masjidil Haram. Saat itu aku masih kuliah dan belum menikah. Kami sekeluarga ber 5 termasuk orang tua dan kedua adik laki-lakiku, serta tante (teman ibuku) dan anaknya, termasuk dalam satu rombongan besar dari agen travel umroh.
Adikku (yang setelahku langsung, kami panggil Kakang), adalah penyandang autisme. Saat itu dia masih SMA, sedangkan adikku (kami panggil Ade) yang paling kecil masih SMP. Mempunyai anggota keluarga yang autisme membuat keluarga kami selalu bersiaga. Bukan apa-apa, adikku ini sering sekali hilang. Sering sekali pergi sendiri bila pengawasannya lepas, tanpa bilang dulu (untuk kami ini hal yang wajar, karena yang ada dipikirannya hanyalah tempat yang ingin dia tuju).
Singkat cerita, rombongan besar kami sampai di Mekkah, Begitu sampai di hotel, rombongan langsung bersiap untuk melakukan tawaf dan umroh pertama kami. Kondisi Masjidil Haram saat itu memang sedang penuh, walaupun tidak sepenuh saat musim haji. Tentu saja, saat itu kami belum mengetahui lewat jalan mana menuju Masjidil Haram (letak hotel kami agak jauh dari pintu Masjidil Haram), dimana letak atau posisi dari Kakbah, awal dan akhir tawaf, tempat Sai dan sebagainya.
Untuk menuju ke Masjidil Haram, dari hotel kami harus melewati pasar. Kondisi saat itu, ramai. Saat itu aku, Abah (papa) dan Ade sudah berbagi tugas. Aku menjaga mama, dan Abah dan Ade menjaga Kakang. Bismillah, kami serombongan berangkat dari hotel menuju Kakbah.
Namun, hanya sekitar 10 menit setelah berangkat, sewaktu melewati pasar, Kakang hilang!
Sungguh, rasanya benar-benar campur aduk. Antara bingung, khawatir, kesal, heran, semua bercampur jadi satu. Abah dan Ade yang memegangi kakang sempat berhenti sebentar untuk membetulkan kain ihram Ade, dan hanya sesaat dari lepas penjagaan itu, Kakang langsung pergi sendiri. Entah kemana.
Akhirnya rombongan berhenti dan beberapa orang dari rombongan kami membantu Abah dan Ade mencari Kakang di sekitar pasar. Tak ketemu. Setelah 10-15 menit setelahnya, ketua rombongan kami menghampiri kami untuk berdiskusi khawatir karena rombongan besar menjadi tertahan untuk melakukan umroh, padahal saat itu kondisi rombongan sudah capek setelah perjalanan dari Madinah, dan sudah malam (hampir tengah malam), mengejar waktu selesai umroh telah selesai sebelum waktu subuh tiba dan pencarian akan dilanjutkan oleh agen travel setelah umroh selesai dilakukan. Kami sangat mengerti hal tersebut dan kami pasrah.
Bayangkan, dari beribu-ribu orang yang berada di Masjidil Haram, mencari satu orang yang mungkin tidak sadar bahwa dirinya hilang, tidak bisa berkomunikasi dengan baik, mungkin juga tidak mencari kami, tidak pula membawa handphone, bagaimana?
begini kira-kira suasana malam itu. sumber foto: disini. |
Selama tawaf, mama sudah lemas dan harus dipegangi di kanan-kirinya. Kemungkinan untuk Kakang tidak ketemu itu sangat besar. Ibu mana yang tak lemas kalau anaknya hilang dan mungkin tidak bisa bertemu lagi dengannya?
Setelah selesai tawaf dan melakukan shalat, aku ingat bahwa aku berdoa yang kira-kira intinya 'Jika ini memang terakhir kami bertemu Kakang, kami ikhlas. Namun jika tidak, pertemukanlah kami dengannya lagi'. Lantai ubin Kakbah yang berwarna putih saat itu terasa sangat sejuk, dan suasana sekitar Kakbah terasa sangat magical. Entah kenapa, saat itu aku merasa bahwa Kakang akan ketemu.
Setelah itu kami melakukan Sa'i diantara bukit Safa dan Marwah. Ketika kami telah selesai dan sedang berada di bukit Marwah, Masya Allah ada salah satu anggota rombongan kami yang berkata bahwa dia melihat Kakang di bukit lainnya. Allahu Akbar.. benar adanya. Kakang dibawa oleh anggota rombongan lainnya ke keluarga kami, lengkap dengan kepalanya yang sudah pitak disana-sini bekas tahalul.
Begitu kami tanya dia, ternyata dia sudah melakukan umroh sendiri. Urutan-urutan dan tempat-tempatnya pun sesuai. Bagaimana dia bisa tahu? Bahkan aku pun kalau ga ikut rombongan sepertinya akan nyasar karena tempatnya yang sangat luas dan untuk diingat: baru pertama kali dia ke Masjidil Haram ini. Waktu ditanya lagi, 'kok bisa?' dia jawabnya 'diajarin malaikat'.
Mau heran tapi ini di Masjidil Haram....